Dahulu ketika saya masih menjadi mahasiswa tingkat akhir, ada satu hal yang sangat ingin saya lakukan. Menjelang kelulusan atau wisuda muncul sebuah harapan sederhana yang ingin sekali terwujudkan. Yakni sesuatu yang saya anggap sebagai panggilan hati untuk urusan sosial. Harapan itu adalah, saya begitu berhasrat membentuk suatu wadah untuk para pengamen dan anak jalanan.
Keinginan itu lahir saat perasaan saya semakin prihatin dengan kondisi, dimana banyak sekali anak-anak kecil berkeliaran di jalan-jalan raya Kota Bandung. Berbekal gitar atau ukulele serta gendang, mereka mencari nafkah dengan mengamen. Tampil di muka umum dengan dandanan yang urakan dan dekil, mereka seolah telah melepas rasa malunya. Rambutnya berwarna warni, baju dan celana mereka compang-camping, kuping mereka penuh dengan tindikan anting dan kata-kata mereka kasar tanpa santun. Budaya mereka telah berubah dan ini semacam bom waktu bagi mereka. Sesungguhnya ini tugas berat bagi semua orang yang mempedulikan kedamaian, kesejahteraan serta persaudaraan.
Berangkat dari penglihatan tersebut, maka saya pun mencoba mengingat kembali masa lalu saya saat masih kanak-kanak. Ketika itu saya masih duduk di bangku SMP, saya pertama kali mencoba mengisi waktu libur sekolah dengan mengamen. Kala itu saya merasa hal yang saya lakukan sangat membuat diri ini merasa bangga. Dengan suara yang biasa saja tampil dari rumah ke rumah kemudian bernyanyi lagu-lagu faforit lalu akhirnya mendapatkan receh. Yup, saya bangga karena saya bisa mencari uang dengan jerih payah sendiri. Dan hal itu berlangsung hingga saya kuliah.
Namun pergaulan yang saya dapat adalah kerusakan pada tingkah laku saya. Selama saya menjadi pengamen, banyak sekali perkelahian yang harus saya hadapi. Hidup saya brutal, saya kasar dan saya nakal bahkan saya liar. Dan hal itulah yang selalu menjadi penyesalan saya hingga saat ini. Beruntung ketika itu saya tetap tidak melupakan pendidikan. Karena bagi saya pendidikan adalah hal yang sangat penting yang tidak bisa ditinggalkan. Karena saya sangat percaya, hanya dengan pendidikan yang baiklah maka saya akan mampu merubah hidup saya lebih baik lagi.
Dalam waktu yang tidak sebentar saya mencoba belajar dan berubah, hingga akhirnya saya mampu menyelesaikan cita-cita kecil saya. Cita-cita saya untuk mampu mengenyam pendidikan dengan label negeri dari SD hingga kuliah pun akhirnya terwujud. Dan ini adalah salah satu anugerah terindah yang pernah saya miliki di dunia ini. Ternyata anak jalanan dan pengamen pun bisa melakukan hal yang lazim dilakukan oleh anak-anak rumahan.
Nah, ketika menjelang wisuda niat saya menciptakan suatu komunitas untuk anak-anak terlantar memuncak dan tidak tertahan lagi. Berbekal keyakinan dan semangat luar biasa saya menyusun konsep yang nyaris matang. Filosofi saya tetap tidak berubah, bahwa manusia yang baik tetaplah manusia yang paling bermanfaat untuk orang di sekitarnya. Namun membuat komunitas sosial tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan tak segampang mengedipkan mata. Saya tetap membutuhkan orang lain untuk membantu saya untuk mewujudkan itu semua.
Beruntung sekali saya memiliki sahabat yang sepemikiran dengan saya. Dia memiliki perasaan yang sama dengan apa yang saya rasakan terhadap kondisi anak-anak jalanan. Keprihatinan sahabat saya yang bernama Femi Faujiah inilah yang membuat kami memutuskan untuk membuat sesuatu hal yang berarti untuk mereka. Tidak hanya Femi, sahabat saya yang lain pun ternyata turut mengacungkan tangannya dengan gagah untuk ikut berpartisipasi dalam tujuan mulia ini. Mereka itu Henhen, Bahtiar dan Andi serta Deden.
Dari sana banyak sekali pembicaraan yang berlangsung demi terwujudnya suatu komunitas yang mampu menaungi anak-anak jalanan dan para pengamen cilik. Konsep hebat banyak yang tertuang dalam diskusi walau pada akhirnya harus kandas karena keterbatasan. Keterbatasan yang menjadi hambatan waktu itu adalah sempitnya waktu untuk kami bersama-sama mewujudkan itu semua. Sebelum komunitas yang dimaksudkan lahir, waktu wisuda pun tiba dan akhirnya saya meninggalkan Kota Bandung tepat pada bulan September 2013. Cita-cita mulia yang telah tersusun bersama sahabat terhebat pun akhirnya tertunda.
Pergi dari Bandung dan kembali ke Kota Bekasi yang juga tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, rasa untuk membuat komunitas itu pun tetap melekat di hati dan pikiran. Kian hari perasaan itu terus saja mendesak saya untuk segera melahirkan apa yang dikandung oleh perasaan dan pemikiran. Bagaikan sebuah panggilan jiwa dan semata-mata karena hamba Allah saja, saya merasa bertanggung jawab dengan apa yang telah dikaruniakan Allah kepada saya.
Akhirnya dengan izin Tuhan, saya pun memantapkan hati untuk melakukannya dari sini, dari rumah dan dari sekitar. Di sekitar rumah adalah lingkungan kontrakan yang mayoritas dari penduduknya adalah pendatang dan bukan pribumi. Di lingkungan tempat saya tinggal banyak sekali dari anak-anak kecil bahkan remaja sudah rusak pergaulan. Faktornya bukan karena mereka bermain di jalan-jalan atau mengamen ke sana ke mari. Tetapi karena peran orang tua yang sangat minim karena kesibukan mereka dalam mencari nafkah di Kota Bekasi yang keras dan tidak bisa bermalas-malasan.
Anak kelas dua telah pandai berbicara kotor. Alat kelamin sudah biasa mereka sebutkan, nama-nama binatang terlontar begitu saja. Merokok secara sembunyi-sembunyi kerap dilakukan, dan lebih parahnya lagi adalah mereka mulai belajar berjudi dan berpacaran layaknya orang yang sudah dewasa.
Mereka semua perlu diluruskan, mereka semua perlu dipahami dan dimengerti. Mereka korban jaman, mereka korban dari keadaan yang serba keras. Mereka harus dibimbing dan dilindungi. Pertanyaannya adalah siapa yang bertanggung jawab atas kondisi yang seperti demikian? Siapa yang harus merubah keadaan yang buruk itu menjadi keadaan yang baik? Jawabannya adalah kita. Setiap dari kita adalah orang yang tepat untuk merubah segala hal yang buruk menjadi lebih baik. Sebab sesuatu hal yang baik tidak dimulai dari orang lain, akan tetapi dimulai dari diri kita sendiri. Sudahkah jiwa anda merasa terpanggil?
Terlepas dari itu, maka konsep komunitas yang sempat tertunda pun mulai menggema. Ketika masih kuliah saya sudah memiliki nama untuk komunitas yang nantinya akan terlahir. Yakni bernama K.P.K yang berkepanjangan Komunitas Pojok Kampus. Nama tersebut diambil berdasarkan lokasi yang apabila saya dan sahabat sedang nongkrong selalu di pojok-pojok kampus. Namun K.P.K pun sempat di ganti namanya menjadi Kumpul Pas Kost-kosan. Itu karena kost tempat dimana saya tinggal di Bandung sering dijadikan tempat kumpul bersama para sahabat.
Dari ide itulah maka saya menciptakan sebuah nama komunitas yang tepat untuk lingkungan Kota Bekasi yang penuh dengan kontrakan. Nama itu adalah K.P.K, yakni kepanjangan dari Kumpul Pinggir Kontrakan.
Akhirnya saya pun mulai mendekati anak-anak itu. Ternyata cukup sulit untuk mendekati mereka apalagi mengenal mereka lebih dekat. Namun jalan selalu ada apabila kita yakin. Saya pun menemukan cara, yaitu dengan membuat lomba mewarnai dengan hadiah kertas bergambar apabila mereka menang. Melalui adik saya yang bernama Rizki yang juga masih kanak-kanak dan masih duduk di bangku kelas 6 SD, saya mendekati mereka. Dan hasilnya tidak sia-sia, sekitar 12 anak-anak dari kelas 1 hingga kelas 6 mampu saya dekati.
Dari jumlah yang tidak banyak itulah saya bimbing mereka tentang pelajaran budaya, agama dan olahraga. Ketika mereka nyaman, maka barulah saya utarakan komunitas K.P.K tersebut. Alhamdulillah, puji syukur atas kekuasaan Allah yang maha penolong, ternyata mereka menerima dan dalam waktu yang singkat jumlah anggota komunitas pun kian bertambah. tidak hanya SD namun juga SMP bahkan SMA. Inilah hal yang tidak disangka-sangka, dan ini kenyataan manis serta tugas berat yang menuntut tanggung jawab besar untuk saya dan mereka yang peduli pada kondisi rumit seperti sekarang ini.
Dengan bertambahnya jumlah anggota, akhirnya nama K.P.K pun kembali berubah menjadi Komunitas Pinggir Kontrakan. Dengan merubah kata kumpul menjadi komunitas, maka Komunitas Pinggir Kontrakan adalah nama yang sebenar-benarnya hingga saat ini. Dengan slogan kami "Belajar untuk gag korupsi sedari kecil dan tiada hari tanpa beramal" maka K.P.K akan terus berkembang dengan kegiatan-kegiatannya yang positif.
Komunitas Pinggir Kontrakan tidak menjadikan seseorang pintar namun sebagai penambah pengalaman serta memunculkan bakat yang terpendam karena lumpur kenakalan serta kemalasan. Anak-anak diajarkan untuk menjadi luar biasa dari anak-anak lain pada umumnya. Dan yang terpenting menjauhkan mereka dari hal-hal negatif yang mampu menghancurkan diri mereka sendiri secara perlahan-lahan.
Harapan saya adalah komunitas ini akan terus berkembang hingga nanti, hingga saya pun tidak ada lagi. Saya pun berharap siapapun mereka yang ada dalam Komunitas Pinggir Kontrakan akan menjadi orang yang berguna bagi agama, diri sendiri, keluarga, saudara, sahabat dan negara. Amin ya Allah, saya memohon kabulkanlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar